Transportasimedia.com - Beberapa negara yang sukses mengembangkan transportasi hidrogen antara lain Jepang, Jerman, dan Korea Selatan. Negara-negara ini telah mengembangkan jaringan stasiun pengisian hidrogen dan mendorong penggunaan kendaraan hidrogen, termasuk mobil, bus, dan bahkan kereta api.
Jepang:
Jepang adalah negara pertama yang mengumumkan strategi hidrogen nasional pada tahun 2017. Mereka memiliki fokus kuat pada pengembangan kendaraan hidrogen dan infrastruktur pendukungnya.
Jerman:
Jerman juga aktif dalam pengembangan teknologi hidrogen dan memiliki pabrik kereta api hidrogen, serta pengembangan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian.
Korea Selatan:
Korea Selatan juga berupaya mengembangkan jaringan stasiun pengisian hidrogen dan mendorong penggunaan kendaraan hidrogen.
Negara Lain:
Selain itu, berbagai negara di seluruh dunia, termasuk AS, Kanada, dan banyak negara di Uni Eropa, juga memiliki strategi hidrogen bersih dan mengembangkan teknologi terkait.
Pengembangan Hidrogen di Indonesia
Tak mau ketinggalan dengan negara-negara lain, Indonesia melalui PLN Nusantara Power (PLN NP), yang merupakan subholding PT PLN (Persero), kini telah mampu memproduksi 51 ton hidrogen hijau (green hydrogen). Hidrogen tersebut diproduksi melalui Green Hydrogen Plant (GHP) pertama di Indonesia yang berlokasi di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang, Pluit, Jakarta.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan GHP ini merupakan hasil inovasi yang terus dilakukan PLN dalam menjawab tantangan transisi energi.
“Ini merupakan wujud nyata dari kolaborasi bersama Kementerian ESDM. Karya Inovasi ini kami lakukan dalam menjawab transisi energi. Memaksimalkan existing facility yang ada di PLTGU Muara Karang, kemudian kami lakukan inovasi dengan memanfaatkan 100% EBT menjadi green hydrogen,” tegas Darmawan.
Dia menambahkan, hydrogen plant sudah ada di pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) Muara Karang untuk memproduksi hidrogen yang digunakan untuk mendinginkan mesin pembangkit listrik. Dari empat electrolyzer yang terpasang pada hydrogen plant, unit pembangkit (UP) Muara Karang bisa menghasilkan 51 ton per tahun. Dari total produksi hidrogen tersebut, pihaknya hanya memanfaatkan 8 ton per tahun untuk pendingin generator pembangkit.
“Kami melihat peluang di dalam operasional peralatan hydrogen plant dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan green hydrogen sebagai value creation yang bisa memberikan nilai tambah bagi bisnis kami,” ucap Darmawan.
Melihat potensi yang ada, pihaknya melakukan inovasi dengan memanfaatkan solar PV yang sudah terpasang di Kawasan PLTGU Muara Karang ditambah dengan Renewable Energy Certificate (REC) dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang. Dengan cara tersebut, maka pihaknya dapat memproduksi 100 persen hidrogen hijau.
“Kini selain untuk pendingin mesin pembangkit, hidrogen hijau juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk industri pupuk, industri bahan kimia, cofiring pembangkit, hingga untuk Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV). Sama seperti kendaraan listrik, di mana kami menjadi pionir dalam pembentukan ekosistem. Dengan ini kami yakin, PLN akan menjadi key player dalam penyediaan hidrogen hijau untuk berbagai kebutuhan, khususnya untuk kendaraan berbahan bakar hidrogen,” tutup Darmawan.
Pameran GHES 2025
Masyarakat dan pelaku industri bisa mengetahui lebih lanjut tentang ekosistem hidrogen di Indonesia melalui Global Hydrogen Ecosystem Summit (GHES) 2025. Pameran ini akan digelar di Jakarta International Convention Center (JICC), Senayan, pada 15–17 April 2025.
Tiket masuk gratis, cukup dengan registrasi melalui tautan: https://s.id/visitorghes (*)