Transportasimedia.Com| Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung yang mewajibkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) menggunakan angkutan umum patut diapresiasi. Namun, kebijakan tersebut harus diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda).
Hal tersebut ditegaskan Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno. Menurutnya, kebijakan penggunaan transportasi umum bagi para ASN tidak bisa hanya dengan aturan Instruksi Gubernur saja. Sebab, tanpa adanya Perda, kebijakan tersebut tidak akan konsisten.
“Jika hal ini dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan serta didukung dengan anggota DPRD Pemprov DKI Jakarta dengan membuat Perda, tentunya akan berlanjut selamanya, walaupun berganti gubernur. Kebijakan ini adalah pemacu dan pemicu beralih menggunakan transportasi umum,” kata Djoko Setijowarno dikutip, Jumat (2/5/2025)
Djoko menjelaskan, mewajibkan ASN DKI Jakarta menggunakan transportasi umum bukan yang pertama kali. Pernah dilakukan ketika Kota Jakarta dipimpin Gubernur Joko Widodo. Saat itu dipilih hari Jumat sebagai hari wajib bagi ASN menggunakan transportasi umum, namun tidak berlanjut.
Membiasakan ASN dengan mewajibkan menggunakan transportasi umum juga pernah terjadi di Kota Palembang, ketika LRT Sumatera Selatan sudah beroperasi m. Lagi-lagi tidak ada keseriusan dan koordinasi antara Pemprov Sumatera Selatan dan Pemkot Palembang membuat kebijakan ini tidak berlangsung lama.
“Pelarangan sepeda motor melintas di Jalan Jend. Sudirman dan Jalan Thamrin di era Gubernur Basuki Cahaya Purnama (Ahok). Sebagai alternatif penggantinya disediakan bus gratis dari Bundaran Senayan hingga Harmoni. Akan tetapi tidak bertahan lama, karena hanya berupa instruksi gubernur (bukan Perda),” jelasnya.
Inisiatif Pemprov DKI Jakarta dengan membudayakan ASN untuk bertransportasi umum merupakan salah satu upaya mendorong warga lebih banyak menggunakan fasilitas transportasi umum. Masih ada upaya lain yang dapat dilakukan lagi, seperti jalan berbayar elekronik ( Electronic Road Pricing /ERP), menata tarif perparkiran (makin ke pusat kota semakin mahal dan lahan parkir juga makin sempit), mewajibkan memiliki garasi jika mempunyai mobil (sudah ada perdanya), tarif progresif lebih mahal yang memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu.
“Menata perpakiran di tepi jalan, selain menertibkan dan menambha kapasitas jalan juga akan menambah retribusi daerah untuk membantu menambah anggaran subsidi transportasi umum di Jakarta,” pungkasnya.