Transportasimedia.Com| Terdapat tiga usulan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menuju reformasi transportasi logistik yang adil. Sektor transportasi logistik saat ini dinilai darutat.
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan, kebijakan penertiban truk kelebihan dimensi dan muatan (over dimension over load/ODOL) terhadap muatan logistik yang dijadwalkan efektif sejak Januari 2023 tak kunjung jadi kenyataan. Hingga MTI harus kembali menyerukan "Darurat Keselamatan Jalan" pada Oktober tahun 2024 lalu.
Padahal dampaknya tak main-main. Jalan dan jembatan rusak dengan biaya perbaikan dan pemeliharaan yang terus membengkak. Kementerian Pekerjaan Umum mengeluhkan biaya perbaikan jalan akibat beban berlebih yang sudah mencapai Rp 43 triliun lebih per tahun.
Belum lagi kerugian akibat kecelakaan truk yang menempati posisi kedua setelah sepeda motor. Dimana fatalitas kematian akibat kecelakaan truk sangatlah tinggi. Nyawa korban tidak ternilai harganya. Dan korban mati bukanlah sekadar angka statistik, banyak di antaranya adalah kepala keluarga, dan kepergian mereka meninggalkan luka mendalam dan menciptakan kemiskinan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Dari sisi ekonomi, truk kelebihan dimensi dan muatan selain tidak memenuhi standar kawasan perdagangan bebas ASEAN, juga membuat lemah daya saing nasional.
“Menjadi suatu ironi, di satu sisi sejumlah pengusaha selalu memprotes penertiban truk kelebihan dimensi dan muatan, tetapi masalah yang penertibannya diprotes itu malah menyebabkan daya saing ekonomi kita terus kalah dibanding negara tetangga,” kata Djoko Setijawarno dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/6/2025).
Untuk mengatasi penertiban ODOL sampai ke akar-akatnya, MTI mengusulkan tiga langkah, berikut rinciannya.
1. Menyusun Masterplan Simpul dan Lintasan Angkutan Barang Terintegrasi.
Saat ini, simpul-simpul logistik seperti terminal barang, pelabuhan darat, hingga stasiun kereta barang tumbuh tanpa perencanaan menyeluruh. Pembangunan yang sporadis ini berisiko menciptakan aset mubazir dan membuat truk mendominasi distribusi barang nasional, bahkan di wilayah yang seharusnya lebih efisien untuk dilayani dengan KA atau kapal.
MTI mendorong Kementerian Perhubungan menyusun Masterplan Nasional Angkutan Barang yang (a) mengintegrasikan kawasan industri, pelabuhan, jalan tol, bandara, dan stasiun KA, (b) merancang jaringan lintasan distribusi dan simpul angkutan barang yang efisien dan berimbang antar moda, (c) menyusun target jangka panjang untuk pengalihan beban dari truk ke moda lain yang lebih ramah infrastruktur.
2. Roadmap_Tata Kelola Distribusi Barang oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
Pabrik, perkebunan, pertambangan dan pemilik barang tak bisa terus dibiarkan berdiri bebas di luar sistem pengendalian ODOL dan tanpa hukum. MTI mencatat bahwa saat ini tak ada regulasi manifest barang, tak ada sanksi bagi pemilik yang memaksa sopir melanggar batas muatan, dan tak ada standar pengemasan di sektor industri untuk menghindari ukuran berlebih
MTI mengusulkan (a) Kementerian Perindustrian, Pertanian, ESDM, dan Kementerian Perdagangan menyusun roadmap tanggung jawab distribusi barang dari sisi hulu; (b) penetapan SOP logistik industri dari sisi volume, jenis kemasan, hingga moda yang digunakan; (c) penataan tata kelola antarkementerian agar ego sektoral tidak lagi jadi penghalang.
3. Kebijakan Logistik Nasional berbasis Supply Chain untuk efisiensi sektor logistik dan melindungi Pengemudi.
Kebijakan logistik nasional berbasis supply chain harus dirancang sebagai kerangka induk tata kelola sektor logistik yang mencerminkan karakter alaminya sebagai sistem interdependen, lintas sektor, dan lintas wilayah yang menopang aliran barang, informasi, dan nilai ekonomi. Karakter ini menjadikan logistik tidak dapat diatur secara sektoral atau terpisah-pisah, melainkan harus melalui pendekatan integratif yang menghubungkan hulu-hilir kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu menjadi rujukan utama bagi harmonisasi regulasi sektoral lintas kementerian dan lembaga, serta pondasi bagi penyusunan sistem logistik nasional yang efisien, resilien, dan berdaya saing.
Sopir truk bukan sekadar alat distribusi. Mereka adalah manusia yang bekerja dengan tekun mencari nafkah halal untuk keluarganya. Mereka adalah simpul vital dalam rantai pasok industri nasional. Namun sistem logistik saat ini memperlakukan mereka seperti mesin industri yang bisa terus terusan dieksploitasi.
“Karena ini sudah sistemik, maka jika negara ingin hadir menyelamatkan warga negaranya yang berprofesi sebagai supir truk, maka harus ada pendekatan sistemik melalui kebijakan logistik yang berbasis supply chain yang mencakup semua kegiatan ekonomi,” ungkapnya.