Populix bersama FORWOT menggelar diskusi panel tentang dinamika pasar kendaraan listrik (EV) di Indonesia. Temuan Populix mengungkap perawatan dan akses SPKLU masih menjadi hambatan utama dalam adopsi EV. Para ahli dari ALVA, BYD, dan NBRI turut memberikan solusi dan insight pasar.
Transportasimedia.com - Populix, perusahaan riset berbasis teknologi asal Indonesia, bekerja sama dengan Forum Wartawan Otomotif (FORWOT) menggelar diskusi panel bertajuk “Electric Vehicles in Indonesia: Consumer Insights and Market Dynamics” di Dailah Sajian Nusantara, Jakarta Selatan. Diskusi ini mengupas berbagai aspek seputar strategi, tantangan, dan inovasi dalam industri kendaraan listrik (EV) di Indonesia.
Hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini adalah BYD Indonesia (EV roda empat), ALVA (EV roda dua), dan National Battery Research Institute (NBRI) sebagai perwakilan dari sektor pengembangan teknologi baterai nasional.
Populix: EV Indonesia Masuk Kategori Emerging Market
Menurut Susan Adi Putra, Associate Head of Research for Automotive Populix, pasar kendaraan listrik di Indonesia berkembang sangat pesat sejak pertama kali diperkenalkan pada awal 2010-an.
“Pasar Indonesia kini sudah dikategorikan sebagai Emerging EV Market, melampaui banyak negara berkembang lainnya. Namun, masih ada tantangan besar dari sisi konsumen,” ungkapnya.
Dua Hambatan Utama: Bengkel dan SPKLU
Riset Populix mencatat bahwa keterbatasan bengkel yang mampu menangani servis kendaraan listrik menjadi hambatan terbesar. Hingga kini, banyak bengkel belum menerima servis EV secara menyeluruh, bahkan untuk masalah non-kelistrikan.
William Kusuma, Head of CEO Office ALVA, menyebut pihaknya bekerja sama dengan bengkel di sekitar jaringan dealer. Setidaknya ada empat bengkel EV per dealer, dan saat ini sudah tersedia 46 bengkel pendukung EV ALVA di Indonesia.
Hambatan kedua adalah keterbatasan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Menurut Populix, sebanyak 63% pengguna EV roda empat dan 29% pengguna EV roda dua masih sangat mengandalkan SPKLU karena kecepatan pengisian yang lebih baik dibanding pengisian di rumah.
NBRI: Pentingnya Standarisasi dan Regulasi Baterai
Prof. Dr. rer. nat. Evvy Kartini, Founder NBRI, menyoroti pentingnya interoperabilitas baterai dan standarisasi piranti pengisian daya. Saat ini, baterai dan sistem pengisian masih terikat pada merek tertentu, sehingga menyulitkan pengisian lintas merek.
“Dengan adanya standardisasi, pengguna bisa lebih mudah melakukan pengisian di mana saja tanpa batasan merek kendaraan,” jelas Prof. Evvy.
Ia juga menegaskan bahwa regulasi keselamatan baterai harus segera diberlakukan. Meski SNI 8872 telah diterbitkan sejak 2019, standar tersebut hingga kini belum diwajibkan secara nasional, padahal menyangkut keselamatan konsumen.
Dorongan untuk Masa Depan Mobilitas Listrik
Diskusi yang dihadiri pelaku industri otomotif ini diharapkan mendorong adopsi EV dan mendukung target pemerintah dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
“Dengan riset, kolaborasi industri, dan dukungan regulasi yang tepat, ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dapat tumbuh lebih cepat dan inklusif,” tutup Susan.
Untuk informasi dan laporan lengkap dari riset ini, publik dapat mengakses langsung melalui laman resmi Populix di: populix.id/pf1report. (*)