Transportasi Indonesia | Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan penerapan bahan bakar solar dengan campuran 50 persen biodiesel berbasis minyak sawit atau B50 dapat direalisasikan pada tahun 2026. Pernyataan tersebut ia sampaikan usai menghadiri acara Anugerah Subroto di Jakarta, dikutip pada Senin (03/11/2025).
Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) saat ini masih membahas formulasi harga yang sesuai agar penerapan B50 tidak menimbulkan beban tambahan, baik bagi konsumen maupun sektor industri. Upaya ini dilakukan agar kebijakan peningkatan kadar campuran biodiesel tetap selaras dengan prinsip keberlanjutan dan efisiensi biaya.
“Kita sekarang impor kurang lebih sekitar 1 juta barel per day. Kita nggak mungkin menjadi swasembada kalau tidak kita meningkatkan lifting kita,” ujarnya.
Menurut Bahlil, penerapan B50 merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menekan ketergantungan terhadap impor energi. Namun, ia juga mengakui bahwa langkah tersebut tidak terlepas dari sejumlah kendala, terutama di sektor pertambangan dan transportasi, yang berpotensi mengalami peningkatan biaya operasional akibat perubahan bahan bakar.
“Sekarang saja dari B35 menuju B40 ada terjadi perbedaan. Tapi tidak apa-apa, saya dengan BPDPKS lagi mencari formulasi, boleh B50 tapi harganya tidak boleh naik terlalu banyak. Sekarang kita lagi cari celahnya untuk bisa kita clear-kan,” kata Bahlil.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap berupaya mencari keseimbangan antara efisiensi biaya dan tujuan pengurangan impor. Melalui koordinasi lintas lembaga, kebijakan B50 diharapkan dapat diterapkan secara bertahap dan memberikan manfaat bagi sektor energi nasional tanpa menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan bagi pelaku usaha maupun masyarakat.