Transportasi Indonesia | Anggota Komisi VII DPR RI, Ramson Siagian, menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan kebijakan BBM Satu Harga di wilayah Papua. Hal tersebut disampaikan Ramson saat rapat dengan Pertamina di Jayapura, Papua, pada beberapa waktu yang lalu, dikutip pada Senin (03/11/2025).
Ia menilai kebijakan ini perlu terus dikawal agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Ramson menjelaskan bahwa hingga saat ini terdapat 12 SPBU di Papua yang telah menerapkan skema BBM Satu Harga, termasuk di Kota Jayapura. Menurutnya, Jayapura memiliki dua jenis SPBU, yaitu SPBU reguler dan SPBU Satu Harga. Pembagian ini disesuaikan dengan kondisi geografis Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini serta memiliki tantangan distribusi akibat medan berat dan jarak antardaerah yang luas.
"Untuk daerah-daerah yang terpencil, kebijakan SPBU Satu Harga sangat penting. Kalau tidak, biaya transportasi dan logistik untuk mendistribusikan BBM akan membuat harga di daerah itu jauh lebih mahal dibanding daerah lain," ujar Ramson Siagian.
Ia juga meminta Pertamina Patra Niaga memastikan bahwa biaya distribusi dan logistik tidak dibebankan kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat Papua dapat membeli BBM, elpiji, dan minyak tanah dengan harga yang sama seperti di wilayah lain.
"Kebijakan satu harga ini adalah bentuk keadilan energi yang harus dijaga," tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ramson turut mengapresiasi kinerja Pertamina yang dinilai berhasil menjaga pasokan energi di Papua. Berdasarkan data yang diterima Komisi VII DPR, rata-rata stok BBM di Papua mencapai 21 hari, sementara stok elpiji mencapai 61 hari. Angka ini dinilai lebih tinggi dibanding rata-rata nasional dan mendukung kebutuhan energi menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2025.
Lebih lanjut, Ramson menilai Papua memiliki posisi strategis sebagai salah satu wilayah penghasil energi nasional. Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah dan Pertamina memastikan kebijakan energi di Papua tetap adil dan berkelanjutan.
“Walaupun biaya operasional di Papua lebih tinggi, secara nasional Pertamina tetap memperoleh keuntungan. Karena itu, penting bagi negara untuk menjaga keseimbangan antara efisiensi bisnis dan tanggung jawab sosial,” pungkas Politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut.