Transportasimedia.com| Terminal Penumpang Tipe A Pondok Cabe di Tangerang Selatan, Banten, sejatinya dirancang menjadi simpul transportasi modern yang menghubungkan mobilitas masyarakat Jabodetabek dengan berbagai kota di Jawa dan Sumatra.
Namun, hampir tujuh tahun sejak diresmikan pada akhir 2018, terminal ini masih bergulat dengan persoalan mendasar: minimnya penumpang, terbatasnya operator bus aktif, serta akses transportasi umum yang belum terintegrasi.
Komisi V DPR RI yang melakukan kunjungan kerja spesifik pada Minggu (21/9) menyoroti kondisi tersebut. Anggota Komisi V DPR RI, Musa Rajekshah, menilai Terminal Pondok Cabe berpotensi menjadi “bangunan tanpa fungsi” bila tidak segera terhubung dengan moda transportasi massal seperti MRT, LRT, atau KRL.
“Terminal harus benar-benar berfungsi sebagai simpul transportasi yang memudahkan masyarakat, bukan sekadar tempat singgah bus,” kata Musa di sela kunjungan.
Ia juga menekankan pentingnya pengembangan terminal sebagai pusat kegiatan ekonomi lokal, misalnya dengan melibatkan UMKM agar terminal tidak hanya menopang mobilitas, tapi juga perputaran ekonomi di sekitarnya.
Senada, Sekretaris Ditjen Integrasi Transportasi dan Multimoda Kemenhub, Dedy Cahyadi, mengakui operasional Terminal Pondok Cabe belum maksimal. Jumlah bus yang masuk masih lebih banyak dibandingkan penumpang yang berangkat. Karena itu, pihaknya menilai layanan feeder menuju simpul transportasi publik sekitar menjadi solusi mendesak.
“Dengan penguatan feeder dan integrasi fisik, Terminal Pondok Cabe bisa berkembang sejajar dengan stasiun, bandara, maupun pelabuhan,” ujar Dedy.
Dari Daerah ke Pusat
Terminal Pondok Cabe awalnya dikelola Pemerintah Kota Tangerang Selatan, sebelum akhirnya dialihkan ke pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan sesuai UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Saat ini, pengelolaan ada di tangan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Langkah ini diambil untuk menyeragamkan mutu layanan transportasi, sekaligus menghindari tarik-menarik kepentingan lokal.
Terminal yang berdiri di atas lahan hampir 26 ribu meter persegi ini sebenarnya memiliki fasilitas cukup lengkap. Mulai dari ruang tunggu nyaman, musholla, ruang istirahat pengemudi, hingga fasilitas ramah difabel dan wifi gratis. Dari sisi layanan, terminal ini melayani 33 Perusahaan Otobus (PO) AKAP dengan total 64 armada, serta satu layanan bus bandara Jabodetabek Airport Connexion (JAC).
Meski berfasilitas lengkap, kenyataannya Terminal Pondok Cabe belum menjadi pilihan utama masyarakat. Keberadaan terminal bayangan dan sulitnya akses transportasi menuju lokasi ikut memperparah kondisi sepi penumpang.
Wakil Ketua Komisi V DPR, Ridwan Bae, yang memimpin langsung tinjauan kerja, menyebut temuan di Terminal Pondok Cabe akan menjadi bahan evaluasi penting bagi pembangunan terminal baru di daerah lain.
Momentum kunjungan itu sekaligus bertepatan dengan Hari Perhubungan Nasional 2025. Sebuah pengingat bahwa membangun terminal tidak cukup hanya dengan fisik megah, melainkan perlu integrasi, layanan yang ramah masyarakat, serta fungsi ekonomi yang hidup.
Tanpa langkah cepat, Terminal Pondok Cabe berisiko terus menjadi ruang kosong yang tidak mampu menjawab tantangan mobilitas perkotaan. Namun dengan integrasi transportasi yang terarah, terminal ini masih punya peluang menjadi simpul penting dalam jaringan transportasi Jabodetabek.