Pemerintah Cari Jalan Keluar untuk Kurangi Emisi dari Transportasi

Selasa, 28 Oktober 2025 | 22:34:13 WIB
Emisi dari kendaraan.

Transportasi Indonesia | Sektor transportasi menjadi penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Our World in Data, sekitar 73 persen kebutuhan produk minyak dalam negeri digunakan untuk transportasi. Kondisi ini membuat upaya dekarbonisasi sektor transportasi menjadi bagian penting dalam menurunkan emisi nasional.

Norman Ginting, Direktur Proyek & Operasi Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), memaparkan strategi yang sedang dijalankan dalam diskusi publik bertajuk “Apa Kabar Transisi Energi di Sektor Transportasi” yang digelar Energy Institute for Transition (EITS), dikutip pada Selasa (28/10/2025).

Pertamina tidak hanya fokus pada dekarbonisasi bisnis internal, tetapi juga mengambil peran mendorong peralihan energi di sektor transportasi. Salah satunya melalui pemanfaatan bioethanol yang berasal dari tetes tebu, aren, maupun bahan nabati lain.

"Inisiatif ini bukan hanya soal pengurangan emisi, tapi juga tentang mempercepat perubahan sistem energi transportasi kita agar lebih berkelanjutan dan adil bagi masyarakat,” ujar Norman Ginting.

Menurutnya, bioethanol mampu menghasilkan emisi lebih rendah tanpa memerlukan perubahan besar pada kendaraan yang ada. “Jadi lebih mudah diimplementasikan dan ini akan terus tumbuh,” tambahnya.

Selain bioethanol, Pertamina juga mengembangkan program biodiesel B40, produksi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO), serta Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis minyak jelantah yang telah diuji coba bersama Pelita Air. Pertamina NRE menargetkan kapasitas produksi bioethanol mencapai 630 ribu kiloliter per tahun pada 2032, dengan memanfaatkan potensi lokal seperti tebu, singkong, sorgum, dan jagung.

Selain biofuel, elektrifikasi transportasi juga menjadi fokus. Melalui Indonesia Battery Corporation (IBC), Pertamina membangun ekosistem kendaraan listrik dan Battery Energy Storage System (BESS) dengan target menjadi produsen terbesar di ASEAN. Pertamina NRE juga menyiapkan dua stasiun pengisian hidrogen (Hydrogen Refueling Station/HRS) di Daan Mogot (2026) dan Jawa Barat (2028), masing-masing dengan kapasitas awal 200–500 kg per hari.

Norman menekankan bahwa transisi energi membutuhkan kerja sama lintas sektor. “Indonesia dianugerahi potensi energi bersih dan terbarukan yang melimpah, namun tetap ada tantangan di depan. Karena itu kita perlu bekerja sama. Transisi energi membutuhkan aksi kolektif dengan kolaborasi erat dari semua pihak,” pungkasnya.

Tags

Terkini