Akhir Sebuah Penantian, Nasib Tiang Monorel Mangkrak Jakarta Segera Ditentukan

Akhir Sebuah Penantian, Nasib Tiang Monorel Mangkrak Jakarta Segera Ditentukan
Dok. Ist

Transportasimedia.com| Di tengah deru lalu lintas dan siluet gedung-gedung tinggi kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, berdiri tiang-tiang beton kokoh namun tak bernyawa. Sejak tahun 2004, tiang-tiang tersebut menjadi saksi bisu ambisi besar yang gagal, Monorel Jakarta.

Dua dekade lebih tiang-tiang itu berdiri membisu, mempersempit jalan dan merusak estetika kota hingga akhirnya Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung bertekad mengakhiri kisah panjang kemangkrakan ini.

"Saya terus terang gatal. Gatal itu apa ya? Berkeinginan banget untuk menyelesaikan itu," ujar Pramono, Jumat, (17/10/2025)

Sejak awal masa jabatannya, mantan Sekretaris Kabinet itu sudah menyimpan keinginan kuat untuk menuntaskan warisan masa lalu ini. Tidak sekadar wacana, ia mengaku telah berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta untuk memastikan penanganan proyek mangkrak ini berjalan sesuai koridor hukum.

"Alhamdulillah, hal yang berkaitan dengan monorel kami mendapatkan nasihat hukum untuk bisa dijalankan," ujarnya.

*Monorel Jakarta, Proyek Ambisius yang Gagal Total*

Gagasan Monorel Jakarta pertama kali digagas pada era Gubernur Sutiyoso di tahun 2004. Dengan melibatkan PT Jakarta Monorail dan BUMN konstruksi PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), proyek ini sempat digadang-gadang menjadi solusi moda transportasi modern ibu kota. Sayangnya, proyek ini tersandung masalah finansial dan tata ruang.

Adhi Karya, yang pada 2005 mengantongi kontrak senilai US$224 juta untuk pembangunan struktur sipil, akhirnya mencatat proyek ini sebagai aset tidak lancar karena mandeknya realisasi. Bahkan per Juni 2025, nilai buku tiang-tiang monorel itu hanya tersisa Rp52,68 miliar, turun drastis dari Rp132 miliar sebelumnya.

Pada masa kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), upaya untuk mengalihkan fungsi tiang menjadi bagian dari proyek LRT sempat digulirkan. Namun, kerjasama dengan PT Jakarta Monorail resmi terhenti setelah perusahaan tersebut gagal memenuhi syarat pendanaan minimal 30 persen dari nilai proyek, atau sekitar Rp4 triliun. Selain itu, pembangunan depo di area vital seperti Waduk Setiabudi dan Tanah Abang menyalahi aturan tata ruang kota.

"Dalam kontrak kerja sama, ada pasal menyebutkan jika ada kendala yang tidak bisa dilanjutkan, kontrak putus dengan sendirinya," tegas Solafide Sihite, Kepala Bidang Perundang-Undangan Biro Hukum DKI kala itu.

Kini, Pramono Anung hendak memutar arah cerita. Ia ingin menjadikan kawasan Rasuna Said bukan lagi sebagai simbol kegagalan, melainkan contoh penataan kota modern. Pemprov DKI berencana memulai revitalisasi kawasan ini mulai Januari 2026.

"Saya sudah meminta untuk awal Januari kita akan memulai membenahi Jalan Rasuna Said. Dan saya mau tempat itu dibuat indah, maka sentuhan arsitekturnya juga harus ada," kata Pramono.

Dalam rencana penataan itu, tiang-tiang beton yang terbengkalai akan dibersihkan atau dibongkar, pedestrian diperlebar, dan estetika jalan ditingkatkan agar sejajar dengan kawasan elit Sudirman–Thamrin. Ia yakin, bila ditata dengan baik, Rasuna Said bisa menjadi pusat kegiatan bisnis dan pemerintahan yang baru di Jakarta.

"Kalau itu dibuat indah, dibuat rapi, kemudian tiang-tiang monorelnya dibersihkan, jalannya diperlebar, pedestriannya diperbaiki, saya yakin Jalan Rasuna Said menjadi tempat baru yang tidak kalah dengan Sudirman–Thamrin," tegasnya.

Tak hanya mempercantik wajah kota, proyek ini juga diharapkan mampu mengurangi kemacetan kronis yang selama ini membayangi kawasan tersebut.

Janji Pramono menjadi angin segar setelah bertahun-tahun warga hanya bisa mengeluh dan pemerintah daerah silih berganti tanpa kejelasan nasib tiang-tiang mangkrak. Bila realisasi benar terjadi pada awal 2026, maka inilah pertama kalinya sejak 21 tahun terakhir ada tindakan konkret terhadap salah satu proyek infrastruktur terbengkalai paling ikonik di Jakarta.

Dari ambisi, menjadi ironi. Kini, monumen kegagalan itu mungkin akan segera diubah menjadi lambang harapan baru bagi kota yang tak pernah tidur.

Berita Lainnya

Index