Siap-Siap, Mobil Listrik Impor Kena PPnBM Lagi

Siap-Siap, Mobil Listrik Impor Kena PPnBM Lagi
Gambar ilustrasi impor mobil listrik.

Transportasi Indonesia | Pemerintah Indonesia bersiap mengakhiri masa insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil listrik impor. Kebijakan fiskal ini akan kembali berlaku setelah Desember 2025, menandai berakhirnya fasilitas PPnBM Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100 persen yang selama ini dinikmati produsen.

Kebijakan tersebut merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam mengatur perlakuan pajak antara mobil listrik impor dan kendaraan listrik yang diproduksi di dalam negeri. PPnBM sendiri adalah pajak tambahan yang dikenakan pada barang-barang tergolong mewah, termasuk kendaraan bermotor. Tujuan utamanya bukan hanya membatasi konsumsi barang impor bernilai tinggi, tetapi juga mendorong pertumbuhan industri otomotif nasional.

Selama masa insentif, kendaraan listrik impor dibebaskan dari kewajiban membayar PPnBM guna mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Namun, setelah masa keringanan ini berakhir, mobil listrik impor dalam bentuk utuh (completely built up/CBU) akan kembali dikenai pajak tersebut.

Aturan yang berlaku membedakan antara mobil listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen dan mobil listrik yang sepenuhnya diimpor. Kendaraan listrik yang memenuhi syarat TKDN minimal 40 persen tetap mendapat pembebasan PPnBM. Sebaliknya, mobil listrik CBU yang tidak memenuhi syarat tersebut akan dikenakan PPnBM sebesar 15 persen dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Selain itu, mobil listrik impor juga masih harus menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen serta bea masuk yang dalam beberapa kasus dapat mencapai 50 persen.

Pemerintah memiliki sejumlah alasan di balik penerapan kembali PPnBM ini. Pertama, untuk mendorong lokalisasi industri otomotif sehingga produsen global terdorong berinvestasi dan membangun pabrik di Indonesia. Kedua, guna mengendalikan konsumsi barang mewah impor agar pasar kendaraan listrik domestik tidak didominasi produk luar negeri. Ketiga, sebagai upaya menjaga penerimaan negara setelah berakhirnya masa insentif fiskal.

Dengan demikian, mobil listrik impor tetap dikategorikan sebagai barang mewah apabila tidak memenuhi persyaratan TKDN atau tidak diproduksi di dalam negeri. Saat ini, tarif PPnBM yang berlaku untuk mobil listrik impor ditetapkan sebesar 15 persen, belum termasuk pungutan PPN dan bea masuk.

Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi produsen otomotif untuk mempercepat lokalisasi produksi dan meningkatkan kapasitas manufaktur kendaraan listrik di Indonesia.

#Mobil Listrik

Index

Berita Lainnya

Index