Dibangun Era Jokowi, Ini Lima Bandara yang Kini Terbengkalai

Dibangun Era Jokowi, Ini Lima Bandara yang Kini Terbengkalai
Dok. Ilustrasi

Transportasimeda.com| Sejumlah bandara megah yang dibangun di era pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo kini menghadapi nasib ironis. Meski berdiri dengan fasilitas modern dan menelan investasi besar, banyak di antaranya justru sepi penumpang bahkan terbengkalai.

Pemerintah pada masa Jokowi dikenal gencar membangun infrastruktur transportasi, termasuk bandara di berbagai daerah. Tujuannya, membuka konektivitas, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan pemerataan pembangunan. Namun, di balik semangat itu, sejumlah bandara kini justru menjadi beban lantaran minim aktivitas penerbangan.

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menilai kondisi tersebut disebabkan oleh lemahnya perencanaan dan kurangnya konektivitas pendukung.

“Banyak bandara dibangun tanpa memperhatikan jaringan transportasi darat dan potensi pasar penumpang di wilayah tersebut. Akibatnya, masyarakat tetap memilih moda lain yang lebih efisien,” ujarnya.

Berikut lima bandara yang dibangun di era Jokowi namun kini nasibnya memprihatinkan:

1. Bandara Wiriadinata, Tasikmalaya

Diresmikan pada 2017, Bandara Wiriadinata sempat digadang-gadang menjadi motor penggerak ekonomi Priangan Timur. Dengan investasi sekitar Rp30 miliar, bandara ini diharapkan membuka akses penerbangan ke Jakarta dan kota besar lainnya. Namun, sejak sejumlah maskapai menghentikan rutenya, aktivitas bandara nyaris berhenti total.

Bandara Wiriadinata awalnya merupakan pangkalan udara militer yang dikembangkan menjadi bandara sipil untuk melayani penerbangan komersial di wilayah Priangan Timur. Lokasinya berada sekitar 5 km dari pusat Kota Tasikmalaya. Saat diresmikan, bandara ini diharapkan menjadi pintu gerbang ekonomi Tasikmalaya, Garut, dan Ciamis.

Namun, dalam perkembangannya, maskapai penerbangan satu per satu menghentikan rute ke Tasikmalaya karena rendahnya jumlah penumpang. Kini, bandara tersebut jarang digunakan dan sebagian infrastrukturnya mulai tidak terawat.

2. Bandara Kertajati, Majalengka

Menjadi salah satu proyek strategis nasional dengan investasi Rp2,6 triliun, Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati diresmikan Jokowi pada 2018. Meski sempat menjadi kebanggaan warga Jawa Barat, bandara ini kerap sepi. Rendahnya okupansi penumpang membuat sejumlah maskapai mengalihkan operasionalnya kembali ke Bandara Soekarno-Hatta.

Bandara Kertajati merupakan salah satu proyek kebanggaan pemerintahan Jokowi di sektor transportasi udara. Didesain sebagai bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Soekarno-Hatta, Kertajati memiliki landasan pacu sepanjang 3.000 meter yang mampu menampung pesawat berbadan lebar.

Namun, sejak beroperasi, bandara ini kerap menghadapi masalah okupansi rendah. Jaraknya yang mencapai 100 km dari Bandung membuat calon penumpang lebih memilih Bandara Soekarno-Hatta atau Husein Sastranegara. Pemerintah berupaya menghidupkan kembali Kertajati dengan mendorong rute kargo dan umrah.

3. Bandara Jenderal Besar Soedirman, Purbalingga

Bandara yang dibangun pada 2019 dengan nilai investasi Rp350 miliar ini sempat melayani penerbangan komersial beberapa tahun. Namun sejak akhir 2024, semua penerbangan dihentikan. Kondisi itu membuat bandara yang berada di jantung Jawa Tengah ini nyaris tanpa aktivitas.

Bandara Jenderal Besar Soedirman dibangun untuk melayani wilayah Banyumas Raya seperti Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap. Bandara ini memiliki landasan pacu sepanjang 1.600 meter dan terminal penumpang berkapasitas 98 ribu orang per tahun.

Meski sempat dilayani maskapai Citilink dan Wings Air, jumlah penumpang terus menurun drastis. Sejak akhir 2024, semua penerbangan dihentikan, dan bandara kini nyaris tidak beropera

4. Bandara Ngloram, Blora

Dibangun ulang dengan dana APBN Rp132 miliar dan diresmikan Jokowi pada 2021, Bandara Ngloram sempat diharapkan menjadi pendukung industri migas di Blora dan Bojonegoro.

Bandara Ngloram awalnya merupakan bandara peninggalan era Belanda yang direvitalisasi pada masa Jokowi untuk mendukung aktivitas industri migas di Blora, Cepu, dan Bojonegoro. Lokasinya strategis di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Setelah diresmikan, Ngloram sempat melayani penerbangan rute Jakarta–Blora oleh Citilink dan TransNusa. Namun, rendahnya tingkat keterisian membuat rute dihentikan. Sejak 2023, bandara ini tidak lagi melayani penerbangan reguler.

5. Bandara Dhoho, Kediri

Bandara yang dibangun oleh PT Gudang Garam Tbk dengan investasi mencapai Rp12 triliun ini merupakan proyek swasta terbesar di sektor kebandarudaraan Indonesia. Diresmikan pada 18 Oktober 2024 oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Bandara Dhoho masih beroperasi, namun dengan tingkat keterisian penumpang yang rendah. Minimnya rute penerbangan dan harga tiket yang tinggi menjadi tantangan utama.

Bandara Dhoho menjadi proyek bandara swasta pertama dan terbesar di Indonesia. Dengan luas 372 hektare, bandara ini dirancang untuk menjadi gerbang udara baru bagi Jawa Timur bagian selatan.


AHY menegaskan bahwa persoalan bandara terbengkalai perlu dijadikan pelajaran untuk perencanaan infrastruktur ke depan. “Kita perlu memastikan pembangunan tidak berhenti pada aspek fisik. Harus ada integrasi transportasi, proyeksi ekonomi, dan keberlanjutan operasional,” katanya.

Meski demikian, pemerintah berencana mengevaluasi kembali fungsi bandara-bandara tersebut agar tetap dapat dimanfaatkan, baik untuk logistik, pelatihan, maupun penerbangan perintis. Jika tidak, bandara megah yang dibangun di era Jokowi dikhawatirkan hanya akan menjadi monumen sunyi dari ambisi besar pembangunan infrastruktur.

Berita Lainnya

Index